Jika Al Qur'an mengingatkan kita untuk menjaga diri dan seluruh anggota keluarga kita dari api neraka, sangatlah beralasan. Karena atmosfer bumi di mana kita hidup saat ini, kian sesak dengan komplotan perusak yang akan menjerumuskan kita dan anak-anak kita ke dalam api neraka.
Perang dahsyat yang kini tengah mereka kobarkan bukan dalam bentuk perang senjata belaka. Yang lebih berbahaya lagi adalah, mereka melakukan penyerbuan secara intens alam pikiran anak-anak kita. Tujuan komplotan perusak bumi itu adalah, untuk menghancurkan aqidah, pemikiran, dan cita-cita luhur anak-anak kita yang merupakan calon generasi masa depan.
Komplotan itu telah menyebarkan narkoba secara massive, menjual syair lagu-lagu yang melecehkan eksistensi Tuhan, memproduksi film-film yang mengeksploitasi praktek percabulan, hingga menumbuhsuburkan game-game simulasi yang mampu membuai alam pikiran anak-anak ke dunia awang-awang. Yang terakhir ini kita kelompokkan sebagai permainan "Game Virtual".
"Hampir di semua sudut, kini ditemukan rental game, yang tidak saja digemari anak-anak, tapi juga orang dewasa," komentar Dimitri Mahayana, dosen jurusan Teknik Elektro ITB, dalam orasinya bertajuk "Revolusi Digital, Mitos atau Realitas", pada Dies Natalis ke-35 Universitas Yarsi, Senin (29/04).
Kondisi ini menurut Dimitri, perlu disikapi lebih bijaksana oleh para orang tua khususnya. Sang dosen mengingatkan kita untuk mencermati era digitalisasi yang bukan sekadar dampak natural dari perkembangan iptek belaka. "Masuknya aspek digital dalam tiap sendi kehidupan manusia sendiri, harus juga dicermati. Yaitu bagaimana mengantisipasi berkembangnya nilai-nilai laten," ingatnya.
Tentang nilai laten tersebut, Dimitri menjelaskan bahwa seiring dengan booming internet, peradaban dan kehidupan manusia menjadi makin digital, dan semakin mengikuti perkembangan zaman. Berarti, nilai Dimitri, pengetahuan manusia selalu up to date dan memiliki keunggulan kompetitif.
"Hanya dengan sekali klik, semua layanan yang kita butuhkan tersedia. Mulai dari kesehatan, keuangan dan perbankan, sampai kencan pun bisa diatur lewat internet," komentarnya.
"Namun bagaimana dampak cultural shock yang justru tidak disadari kehadirannya," sambung Dimitri. Sebagian besar orang, menurutnya, justru kurang peduli dengan efek samping perkembangan iptek. Digitalisasi, ujar Dimitri, akan selalu diikuti dengan virtualisasi. Artinya, keberadaan realitas nyata akan tergantikan oleh realitas virtual.
Hal itu pula yang oleh Dimitri dinilai, terjadi pada game virtual. Permainan modern yang banyak digemari anak-anak itu telah menggeser keberadaan permainan tradisional.
"Sudah sulit sekarang kita temukan anak-anak main petak umpet atau kucing-kucingan. Mereka lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam main game, meski harus pergi ke rental dan bayar," papar Dimitri tentang perilaku bermain anak-anak modern.
Padahal, ingat dosen ITB itu, game virtual justru tidak mendidik sama sekali. Sejauh ini berbagai game yang tumbuh menjamur di berbagai tempat, hanya melulu menyajikan aspek kekerasan dan erotisme (sensualitas).
Selanjutnya Dimitri mengingatkan lagi, bahwa eksplorasi imajinasi lewat realitas virtual tersebut, dalam kurun waktu tertentu akan memunculkan problem baru di kalangan generasi muda. Yaitu munculnya generasi baru hedonis, pemuja kenikmatan dan kemudahan.
"Bayangkan saja, anak bisa merasakan puasnya membunuh musuh dengan senjata tajam atau bahkan berkencan dengan bintang film seksi terkenal sekalipun. Siapapun yang diinginkannya tinggal diset, semua beres," jelas Dimitri.
Apa yang dikhawatirkan Dimitri, tepat. Sebab hari ini kalangan anak-anak maupun generasi ABG, makin melecehkan norma-norma, sejalan maraknya era teknologi digital. Baik normal sosial, apalagi norma-norma ketuhanan. Iga Mawarni, aktivis Forum Bening, menyebut mereka sebagai generasi instan yang tidak memahami hidup dalam arti sebenarnya.
"Anak itu maunya serba beres, tahu-tahu sudah tersedia. Padahal tidak begitu. Segala sesuatunya berproses," ujar Iga.
Apakah cuma orang dewasa yang bisa melihat film-film keras berdarah-darah dan seks? Jawabannya tidak! Lewat game virtual yang kian mem-booming di pasaran, norma-norma yang memisahkan status dewasa dan anak-anak kian tipis dan akhirnya lenyap. Adegan-adegan privasi dan kekerasan yang hanya "layak" ditonton orang dewasa pun, kini telah dikonsumsi anak-anak. Nilai dan norma dalam abad modern ini kian digerus oleh bacaan, film, tontonan, dan juga game-game itu.
Akhirnya tulisan ini ingin mengingatkan kita semua, untuk berhati-hati menjaga anak-anak dari pengaruh budaya hedonisme yang kian marak tumbuh dalam masyarakat kita. Karena anak-anak kita adalah titipan dan amanah Allah SWT yang harus kita jaga dengan serius. Persis apa yang diingatkan Al Qur'an;
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka, anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap anak-anak mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar," (Q.S 4 : 9).
Selengkapnya...
Jumat, 28 Agustus 2009
Hati-hati Game Virtual, Bisa Ciptakan Generasi Baru Hedonis
Diposting oleh Unknown di 02.11 0 komentar
Kamis, 27 Agustus 2009
Generasi Al-qur'an yang Unik
Dakwah Islamiyah telah melahirkan satu generasi manusia, generasi sahabat Rasulullah SAW, Ridhwanullahi alaihim. Yaitu suatu generasi yang paling istimewa di dalam sejarah Islam dan sejarah kemanusiaan lainnya.
Generasi itu tidak pernah muncul dan timbul lagi sesudah itu, walaupun terdapat juga beberapa pribadi dan tokoh tertentu di sepanjang sejarah, tetapi tidaklah lahir lagi segolongan besar manusia, di satu tempat yang tertentu pula, seperti yang telah muncul dan lahir di dalam generasi pertama dakwah ini.
Ini adalah satu fakta dan kenyataan yang tak terbantahkan yang di dalamnya mengandung nilai-nilai tertentu yang perlu kita perhatikan dan renungkan dengan sungguh-sungguh, agar dapat kita menyelami rahasianya.
Al-Quran yang menjadi sumber dakwah ini masih berada bersama-sama kita. Hadis Rasulullah SAW dan petunjuk-petunjuk perjalanan hidup dan sirahnya yang mulia itu juga masih ada di samping kita. Keduanya juga telah ada bersama-sama dengan generasi yang terdahulu itu, tidak hilang oleh perjalanan sejarah dan tidak lapuk oleh perkembangan zaman; hanya diri Rasulullah SAW saja yang tidak lagi bersama kita sekarang. Inikah rahasia perbedaan antara generasi sahabat dengan generasi kita saat ini?
Allah SWT telah memberikan jaminan untuk memelihara Al-Quran, dan telah mengetahui bahwa dakwah ini harus terus tegak selepas zaman Rasulullah SAW. Setelah membuahkan hasil yang baik; lalu diwafatkan-Nya Rasulullah SAW setelah 23 tahun beliau menjalankan tugas dakwah dan menyampaikan tugas kenabian. Allah SWT akan tetap memelihara agamaNya ini hingga ke hari kiamat. Dengan demikian, maka ketiadaan diri Rasulullah SAW itu tidak boleh dijadikan jawaban atas kegagalan dakwah di zaman ini.
Pasti ada sebab lain yang membedakan antara generasi kita dengan generasi sahabat Rasulullah saw. Mari kita lihat pada sumber rujukan generasi pertama itu. Mungkin
sesuatunya telah berubah. Kemudian kita lihat pula kepada program dan jalan yang telah dilalui mereka, barangkali ada sesuatu yang berlainan dengan kita.
Sumber pokok yang dijadikan rujukan oleh generasi pertama itu ialah Al-Quran, hanya Al-Quran saja. Hadis Rasulullah SAW dan petunjuk-petunjuk beliau adalah semata-mata merupakan penafsiran kepada sumber utama itu. Ketika `Aisyah Radhiallahu'anha ditanya mengenai perilaku dan perjalanan hidup Rasulullah SAW maka beliau menjawab: “Perilaku dan perjalanan hidup beliau [Rasulullah SAW] itu ialah Al-Quran” (Hadis riwayat Nasai)
Hanya Al-Quran sajalah yang menjadi sumber panduan mereka, perjalanan hidup dan gerak-gerik mereka. Ini bukanlah karena umat manusia di zaman itu tidak punya peradaban, tidak punya kebudayaan, tidak punya pelajaran, tidak punya buku karangan dan tidak punya kajian!
Sekali lagi tidak! Karena sebenarnya di zaman itu telah ada peradaban dan kebudayaan Romawi, buku-buku dan undang-undangnya, yang telah dan masih diikut dan dijadikan panduan oleh orang-orang Eropa sampai hari ini. Di sana juga telah wujud peninggalan peradaban Yunani (Greek), ilmu mantiknya, falsafah dan keseniannya, yang juga masih menjadi sumber pemikiran Barat hingga sekarang; malah di sana juga telah wujud peradaban Parsi, keseniannya, sajaknya, syair dan
dongengnya, kepercayaan dan sistem perundangannya, serta peradaban lain,
seperti India, China.
Romawi dan Parsi berada di sekeliling semenanjung Arab, baik di utara maupun di selatan. Ditambah lagi agama Yahudi dan Nasrani yang telah ada di tengah-tengah semenanjung itu sejak berapa lama.
Jadi bukanlah faktor kekurangan peradaban dan kebudayaan duniawi yang menyebabkan generasi pertama itu merujuk kepada Kitab Allah (Al-Quran) saja
dalam masa pertumbuhan mereka, tapi justeru karena “planning” yang telah ditentukan dan program yang telah diatur.
Dalil yang terang atas keadaan ini ialah kemurkaan Rasulullah SAW ketika beliau melihat Sayyidina Umar bin Al-Khattab R.A. memegang sehelai kitab Taurat. Melihat keadaan ini beliau pun bersabda: “Demi Allah sekiranya Nabi Musa masih hidup bersama-sama kamu sekarang ini, tidak halal baginya melainkan mesti mengikut ajaranku.” (Hadis riwayat Al-hafidz Abu Ya'la dari Hammad dari Asy-sya'bi dari Jabir)
Yang demikian maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa Rasulullah SAW, bermaksud dan mengarahkan supaya sumber panduan dan pengajaran generasi pertama itu, dalam peringkat pertumbuhan mereka, hanya terbatas kepada kitab Allah (Al-Quran) saja supaya jiwa mereka menyatu dengan programNya yang tunggal itu. Karena itulah beliau murka melihat Umar bin Al-Khattab R.A. mencoba mencari panduan lain selain Al-Quran.
Rasulullah SAW bertujuan membentuk satu generasi yang bersih hatinya, bersih pemikirannya, bersih pandangan hidupnya, bersih perasaannya, dan murnii jalan hidupnya dari unsur lain selain landasan Ilahi yang terkandung dalam Al-Quranul Karim.
Generasi sahabat Rasul menerima panduannya dari sumber yang tunggal. Oleh kerana itulah generasi itu telah berhasil membentuk sejarah gemilang di zamannya. Lalu, apakah yang telah terjadi saat ini?
Sumber-sumber panduan itu saat ini telah bercampur baur! Sumber itu telah dimasuki falsafah Yunani (Greek), dongeng-dongeng dan pandangan hidup Parsi, cerita-cerita Israeliat Yahudi, falsafah Ketuhanan ala-Kristian yang telah bercampur baur di dalam tafsir Al-Quran dan ilmu Al-Kalam, dan juga telah dimasuki oleh peninggalan peradaban zaman lampau yang sukar dikikis.
Di samping itu, banyak lagi sumber panduan lain yang telah bercampur baur dengan tafsir Al-Quran, ilmu Al-Kalam, ilmu fiqih dan ilmu usuluddin. Campuran panduan inilah yang telah melahirkan generasi-generasi berikutnya. Karena itulah maka bentuk generasi pertama yaitu generasi para sahabat Rasulullah SAW, tidak lahir lagi setelah mereka.
Memang tak dapat diragukan lagi bahwa bercampur-baurnya sumber panduan itulah yang menjadi faktor utama mengapa generasi berikutnya berlainan sama sekali dari bentuk generasi pertama yang unggul itu.
Di sana, ada satu lagi faktor asasi selain daripada perubahan sumber itu, yaitu berbedanya cara menerima pengajaran antara generasi para sahabat Rasulullah SAW
dengan generasi-generasi kemudiannya.
Mereka, para sahabat Rasulullah di dalam generasi pertama itu, tidak mendekatkan diri mereka dengan Al-Quran dengan tujuan mencari pelajaran dan bahan bacaan. Bukan juga dengan tujuan mencari hiburan dan penglipur lara. Tiada seorang pun dari mereka yang belajar Al-Quran dengan tujuan menambah bekal dan bahan ilmu semata-mata untuk ilmu dan bukan juga dengan maksud menambah bahan ilmu dan akademi untuk mengisi dada mereka saja.
Generasi sahabat mempelajari Al-Quran itu dengan maksud hendak belajar bagaimanakah arahan dan perintah Allah dalam urusan hidup pribadinya dan hidup bermasyarakat. Mereka belajar untuk dilaksanakan dengan segera, seperti seorang perajurit menerima “arahan harian”!
Juga tiada seorang pun dari mereka yang mencari pelajaran tambahan atau pun arahan tambahan dalam satu majelis pengajian atau suatu majelis taklim saja, karena dia tahu bahwa yang demikian itu akan menambah beratnya tugas. Kadang-kadang, mereka cukup dengan hanya sepuluh ayat saja sehingga benar-benar menghafalnya dan dilaksanakan arahan-arahannya seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud r.a.
Sikap inilah yang terbentuk: yaitu belajar untuk melaksanakan, yang telah menambah
luasnya lapangan hidup mereka, menambah luasnya ma'rifat dan pengalaman mereka dari ajaran Al-Quran yang tidak mungkin mereka capai kalau sekadar belajar dari Al-Quran dengan tujuan menyelidik dan mengkaji serta membaca saja.
Perasaan belajar untuk melaksanakan ini jugalah yang telah memudahkan mereka bekerja dan meringankan beban mereka yang berat, karena Al-Quran telah menyatu dan menjadi darah daging mereka.
Perasaan ini jugalah yang menjadikan Al-Quran tertanam kuat ke dalam jiwa mereka hingga meresap menjadi panduan dalam gerakan mereka, ia melahirkan pelajaran yang menggerakkan aktivitas, pelajaran yang tidak lagi merupakan teori yang bersarang di dalam kepala manusia dan di halaman kertas dan buku-buku saja. Bahkan ianya menjadi kenyataan yang melahirkan kesan dan peristiwa yang mengubah garisan hidup.
Al-Quran tidak akan memberi dan mencurahkan isi perbendaharaannya kecuali kepada orang yang datang bertumpu kepadanya dengan ruh dan jiwa ini: yaitu ruh dan jiwa ma'rifat yang membuahkan amal dan tindakan.
Al-Quran datang bukan sebagai sebuah buku penglipur lara, bukan sebagai sebuah buku sastera, juga bukan sebagai buku kesenian, sejarah dan novel; ia datang untuk
dijadikan panduan hidup, panduan Ilahi yang tulen; dan Allah SWf sendiri telah
merasmikan Al-Quran ini sebagai garis pemisah di antara hak dan batil.
Firman Allah:
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرََأهُ عََلى النَّاسِ عََلى مُكْثٍ وَنَزَّْلنَاهُ تَترِي ً لا
“Dan Al-Quran itu telah Kami bagi-bagikan dia agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dengan lambat dan tenang dan Kami menurunkannya dengan beransur-ansur.” (Al-Isra': 106)
Al-Quran tidak diturunkan sekaligus. Ia diturunkan mengikut keperluan-keperluan yang senantiasa berubah, mengikuti perkembangan fikiran dan pandangan hidup serta perubahan masyarakat. Ia diturunkan mengikuti perkembangan masalah praktis dan fakta kehidupan masyarakat Islam.
Ayat demi ayat diturunkan untuk suasana tertentu dan peristiwa khusus dan untuk
membongkar isi hati manusia; untuk menggambarkan urusan yang mereka hadapi,
dan menggariskan program kerja mereka dalam sesuatu suasana, juga untuk memperbaiki kekhilapan perasaan dan perjalanan hidup, supaya mereka senantiasa
merasa terikat dengan Allah dalam setiap suasana.
Ia diturunkan secara bertahap agar bisa mengajar mereka mengenal Allah SWT melalui sifat-sifatNya dan juga melalui bukti-bukti perkembangan dan perubahan alam. Dengan demikian mereka akan merasakan bahwa diri mereka terus menerus terikat dengan tunduk kepada Allah SWT, terus menerus di bawah perhatian Ilahi.
Ketika itu, mereka merasakan bahwa mereka sedang hidup di bawah pengawasan Allah SWT secara langsung.
Dasar “belajar untuk melaksanakan terus” itu merupakan faktor utama membentuk generasi pertama dahulu, manakala dasar “belajar untuk, dibuat kajian dan penglipurlara” itulah yang merupakan faktor penting yang melahirkan
generasi-generasi kemudiannya.
Tidak syak lagi bahwa faktor kedua inilah bukti sebab utama mengapa generasi-generasi yang lain itu berlainan sama sekali dengan generasi pertama, generasi para sahabat Rasulullah SAW.
Di sana ada satu lagi faktor yang mesti diperhatikan dan dicatat benar-benar.
Seorang yang menganut Islam itu sebenarnya telah melepas dirinya dari segala sesuatu di masa lampaunya di alam jahiliyah.
Dia merasakan ketika pertama kali menganut Islam, itulah zaman baru dalam hidupnya; terpisah sejauh-jauhnya dari hidupnya yang lampau di zaman jahiliyah. Sikapnya terhadap segala sesuatu yang berlaku di zaman jahiliyah dahulu ialah
sikap seorang yang sangat berhati-hati dan berwaspada.
Dia merasakan bahwa segala sesuatu di zaman jahiliyah dahulu adalah kotor dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dengan perasaan inilah dia menerima hidayah dan petunjuk Islam yang baru itu dan sekiranya dia didorong oleh nafsunya sesekali, atau sejenak dia merasa tertarik dengan kebiasaannya yang dahulu, atau kalau dia merasa
lemah dari menjalankan tugas dan kewajipan keislamannya sesuatu ketika, niscaya
dia merasa bersalah dan berdosa.
Dia merasakan dari lubuk hatinya bahwa dia perlu membersihkan dirinya dari apa yang berlaku itu; lalu dia berusaha sedaya upaya mengikuti panduan yang digariskan oleh Al-Quran.
Di sana juga terdapat pemisahan secara total antara zaman lampau seseorang Muslim dalam keadaan jahiliyahnya dengan zaman barunya di dalam Islam, yang akan menimbulkan pula pemisahan secara menyuluruh dalam segenap hubungannya dengan masyarakat jahiliyah.
Dia melepas total dengan tata hidup masyarakat jahiliyah dahulu dan berhubungan langsung selama-lamanya dengan masyarakat Islam; walaupun kelihatan pada lahirnya dia sering berhubungan dengan orang-orang musyrik dalam perdagangan
dan pergaulan hidup seharian, tetapi perpisahan perasaan dan pergaulan hidup
seharian adalah dua hal yang berlainan dan berbeda sekali.
Di sana ada semacam pemisahan, yaitu perpisahan suasana jahiliyah dalam kebiasaan dan pandangannya, adat dan tingkah laku, yang timbul dari pemisahan syirik ke akidah tauhid. Dari konsep jahiliyah ke konsep Islam mengenai masalah hakikat hidup dan hakikat wujud; juga timbul dari keberadaannya dengan perkumpulan dan organisasi Islam yang baru, di bawah pimpinan baru, dan sikap memberi segenap perhatian, kepatuhan dan kesetiaan kepada masyarakat, perkumpulan dan organisasi baru di bawah pimpinan baru itu.
Inilah dia persimpangan jalan dan permulaan langkah di jalan baru, langkah yang bebas merdeka dari segala tekanan adat kotor yang dipatuhi sepenuhnya oleh masyarakat jahiliyah dan segala nilai yang menjadi kebiasaannya.
Di sana tiada risiko yang akan ditempuh selain dari ujian dan penderitaan. Namun demikian, mereka secara otomatis telah bertekad bulat untuk tidak akan kembali lagi kepada kebiasaan dan perilaku jahiliyah, buat selama-lamanya.
Kita sekarang sedang berada di tengah-tengah suasana jahiliyah yang serupa dengan suasana jahiliyah yang ada pada zaman kedatangan Islam dahulu. Bahkan, lebih gelap lagi.
Segala sesuatu di sekitar kita ialah jahiliyah konsep hidup manusia sekarang, akidah kepercayaan mereka, adat istiadat dan kebiasan mereka, sumber pelajaran seni dan sastera mereka, peraturan dan undang-undang mereka, hingga banyak perkara yang kita anggap sebagai pelajaran Islam, buku rujukan Islam, falsafah Islam dan pemikiran Islam sebenarnya adalah hasil ciptaan jahiliyah!
Oleh kerana itulah maka nilai Islam saat ini tidak lagi murni dan tidak hidup subur di
dalam jiwa kita. Teori Islam tidak begitu terang lagi di dalam pemikiran dan ide. Di kalangan kita sekarang, tidak lagi muncul suatu generasi manusia raksaksa dari
model yang dilahirkan oleh Islam di zaman pertama dahulu.
Oleh itu, di dalam program gerakan ke-Islaman, kita mesti membebaskan diri di peringkat permulaan, di peringkat taman kanak-kanak lagi, dari berbagai pengaruh jahiliyah yang selalu menghayati kita sekarang.
Kita mesti kembali ke pangkal jalan, kepada sumber yang murni yang telah digali dan ditimba oleh orang-orang sebelum kita; yaitu sumber yang terjamin tidak bercampur baur dengan sumber yang lain.
Kita mesti kembali kepada Al-Quran untuk mendapatkan teori mengenai hakikat wujud seutuhnya dan juga hakikat wujudnya umat manusia dan segala hubungan di antara kedua jenis wujud ini dengan wujud yang hakiki, yaitu wujud Allah SWT.
Dari situlah kita mengambil pandangan terhadap hidup, kita mengambil nilai diri dan akhlak kita, serta kita mengambil panduan dan program pemerintahan, politik, ekonomi dan segala aspek kehidupan kita.
Bila kita kembali kepada Al-Quran, maka kita mestilah kembali berdasarkan kaedah dan dasar “belajar untuk melaksanakan”, bukan dengan kaedah dan dasar belajar untuk sekadar pengetahuan dan menglipur lara.
Kita kembali kepada Al-Quran untuk mengetahui apa yang diinginkan Al-Quran untuk kita lakukan, maka kita lakukan. Dan di dalam perjalanan itu, kita akan bertemu dengan keindahan seni Al-Quran, dengan cerita dan kisah yang heroik dan juga dengan pandangan-pandangan kiamat di dalam Al-Quran, juga dengan logika kesedaran hati nurani di dalam Al-Quran, dan juga dengan semua yang dicari-cari oleh para peneliti...
Ya, kita akan jumpai semuanya itu. Bukan dengan maksud hendak belajar dan menglipur lara tapi dengan tujuan utama hendak mengetahui apakah pekerjaan yang Al-Quran kehendaki untuk kita kerjakan? Apakah konsep umum yang Al-Quran kehendaki untuk kita berkonsep? Bagaimanakah tuntutan Al-Quran mengenai pandangan dan perasaan kita terhadap Allah SWT? Dan bagaimanakah tuntutan Al-Quran mengenai akhlak kita, realitas hidup kita, dan bagaimanakah corak sistem kita di dalam hidup ini?
Kemudian kita mesti membebaskan diri dari kungkungan masyarakat jahiliyah, dari kungkungan konsep jahiliyah, dari adat busuk jahiliyah dan juga dari pimpinan ala
jahiliyah di dalam hidup diri kita sendiri.
Bukanlah tugas kita untuk berkompromi dengan realitas masyarakat jahiliyah sekarang dan bukan untuk tunduk dan menumpahkan kesetiaan kepadanya. Sebab keadaan realitas jahiliyah itu tidak memungkinkan kita berkompromi dengannya sama sekali.
Tugas utama kita ialah mengubah realitas masyarakat ini. Tugas utama kita ialah mencabut realitas jahiliyah itu dari akarya, realitas yang bertentangan dan melanggar secara prinsif dengan aspirasi Islam dan dengan konsep Islam. Realitas yang menghalang kita dengan menggunakan kekerasan dan tekanan dari kita hidup seperti yang dikehendaki oleh program Ilahi.
Langkah pertama di dalam perjalanan kita ialah menghapuskan masyarakat jahiliyah ini, nilai-nilai dan teori-teorinya. Kita tidak boleh melakukan penyesuaian sedikit
pun untuk kemudian berharap bisa mencari irisan di dalamnya. Sekali lagi tidak!
Karena jalan kita adalah berlainan dan bersimpangan dengan jalan jahiliyah. Seandainya kita mencoba berjalan seiring dengannya, walaupun cuma selangkah, niscaya kita kehilangan pedoman dan kita akan meraba dalam kesesatan.
Dalam hal ini, kita akan menempuh berbagai bentuk kesusahan dan penderitaan, kita akan menyumbangkan pengorbanan yang besar dan dahsyat. Dan ini suatu pilihan yang tidak ada pilihan lain kalau kita benar-benar hendak mengikuti langkah generasi pertama yang ditampilkan oleh Allah, yang telah menghancur dan memusnahkan jalan jahiliyah itu.
Adalah baik sekali bagi kita untuk tetap menyadari bentuk program dan landasan kita, menyadari tabiat sikap kita dan juga tabiat jalan yang mesti kita lalui untuk keluar dari suasana jahiliyah yang telah dilalui oleh generasi yang agung dan unik itu.
Selengkapnya...
Diposting oleh Unknown di 09.39 0 komentar